[BONUS NOVEL] My Life | The DarkLord 2



[My Life] The DarkLord
[2]
.
.
.

Disclaimer:
Hallo! Cerita ini murni dari pemikiranku yang tiba-tiba(?) muncul disaat asam lambungku naik(?). tidak ada unsur copas atau plagiat. Aku mencoba membawakannya dengan gayaku sendiri.

Typo everywhere!
Do you ask me? FinderWu14  
Wattpad Finderhan
Find me on FF KOREANINDOSTAR WORLD


summary:Ashlyn telah kehilangan 2 kali dalam hidupnya selama 17 tahun. Ia adalah putih dan hitam disaat yang bersamaan. Bagaimana jika seorang vampire dengan hatinya yang telah mati menginginkan hati Ashlyn? Apakah Ashlyn masih bisa hidup untuk usianya ke-18 tahun? 

.
.
.


“Aku tidak janji, Collins”

  Blaire memutuskan sambungan telepon. Ia tahu, mungkin saat ini Collins akan menyeruakkan sumpah serapahnya dikantor. Atau bisa saja pria cungkring itu melampiaskan kekesalannya pada teman kantor lainnya. Blaire terkekeh.

                       Blaire kembali mempusatkan pikirannya pada gadis itu. Ashlyn benar-benar membuatnya tergugah untuk sekedar memberi pelukan gratis padanya. Alhasil, dress semalamnya kotor dan badannya lengket penuh.

                        Apa? Dress semalam? Wanita ini melewatkan sesuatu. Tadi malam ia pergi minum bersama rekannya hingga menginap dirumah rekannya juga. Ia terbangun disiang hari dan pukul 3 ia kembali. Perutnya terasa kosong untuk berniat pulang ke rumah.

                        Terus saja ia berjalan menuju Esié’s Bakery dan bertemu nenek-nya Ashlyn. Sedikit berbincang disana. Hingga ia menatap dengan jelas jika nenek beramput putih itu tertabrak saat menyebrang. Ia mematung dan tercekat. Batinnya seakan dibanting keras.

                        Blaire meringis mengingatnya. Ia perlu mandi air hangat dan makan roti dari yang ia beli di Esié’s Bakery tadi.

… … …

                        Aldrich memperhatikan map biru yang ia terima 3 menit lalu dari sekretarisnya. Laporan keuangan perusahaan. Aldrich tersenyum miring tatkala arah panah merah menunjuk keatas dengan tajam. Saham perusahaannya naik drastis tahun ini.

                        Ia kemudian menyesap capucino-nya. benar-benar menenangkan. Aldrich menutup map itu dan berjalan keluar. Ia sedikit melonggarkan dasinya. Saat ia keluar dari ruang kerjanya, Aldrich menyempatkan diri untuk sekedar berpesan pada sekretarisnya.

“Mulen, urus semuanya.”

“Yes, Sir”

                        Sekretarius itu menunduk hormat kepergian Aldrich.

                        Aldrich benar-benar butuh penyegaran dan ia mulai kehausan. Segera saja, Aldrich keluar dari kantornya lalu mengemudikan mobil hitam miliknya

                        Sesampainya Aldrich dirumah, ia melihat Blaire sedang merangkul pundak seseorang. Ia mengernyit. apakah Blaire mempunyai seorang adik perempuan?

“Blaire”

                        Blaire berbalik menghadap Aldrich. Ia tersenyum sendu lalu melirik Ashlyn.

“Bukankah itu cucu Mrs.Whitelaw?”

                        Ashlyn mendengar itu. dan pria dengan entengnya menyebutkan nama neneknya terkasih. Ia mendongak. Irisnya bertabrakan dengan iris gelap Aldrich. Mata gadis itu merah dan ia pucat.

“Aldrich!”

                        Aldrich mengerti. Ya. Blaire memberikan kode untuk Aldrich agar tidak meneruskan ucapannya.

                        Aldrich mendekati mereka. Tepatnya menghampiri sang gadis. Gadis ini habis menangis. tatapan letih begitu terllihat dimatanya. Aldrich melihatnya.

“Baiklah, Aldrich.”

Blaire tersenyum pada Ashlyn dan membawa Ashlyn menuju kamar dilantai 2. Aldrich mengernyit. apa maksud Blaire? Tidak mungkin karena aura sang gadis itu berbeda.

                        Sementara Blaire menyuruh Ashlyn berbaring diranjang.

“Blaire…”

            Ashlyn benar-benar takut. Dengan suhu tubuh dingin dan badan gemetar, Ashlyn tetap bisa merasakan sesuatu yang ganjil rumah ini.

                        Blaire tersenyum lalu membelai surai coklat pirang Ashlyn.

“Kau hidup, Ashlyn.”

… … …

Pada hari ke-2, Ashlyn kembali bersekolah. Ia merasa canggung saat Aldrich menawarkan untuk mengantarkannya menuju sekolah. Jantungnya bertalu-talu terhadap Aldrich yang didekatnya. Hening. Tak ada pembicaraan.

“Siapa namamu?”

                        Ashlyn mendongak menatap Aldrich yang terfokus pada jalan.

“Ashlyn”

                        Ashlyn menunduk langsung. Sorot mata tajam Aldrich benar-benar membuatnya menciut. Aura sekitar pria itu begitu mencekam dan Ashlyn bergidik horror karenanya.

“Usiamu”

“17 tahun”

“Siapa namamu, Tuan?”

                        Ayolah, Ashlyn! Gadis ini harus memberanikan diri menatap dan bertanya Aldrich.

“Aldrich”

                        Ashlyn tercenung. Ia merasa familiar. Tapi apa? Oh Tuhan. Ia ingat kini.

“Kau mengenal nenek-ku”

“Benar”

                        Oh Ya Tuhan. Neneknya. ia ingat. Aldrich adalah orang yang selalu dibicarakan neneknya. Aldrich, pengusaha konglomerat yang selalu diceritakan neneknya. Begitu ingin neneknya pada Aldrich untuk menaruh investasi-nya pada perusahaan miliknya.

                        Dan kini, Aldrich ada dihadapannya. Dari mana ia harus bercerita? Ia tidak mengenal Aldrich dan sebaliknya. Setelah itu, tak ada pembicaraan. Mereka terdiam satu sama lain. Dan Ashlyn pura-pura melihat jalanan luar dari samping.

“Sudah sampai”

                        Buru-buru mereka berdua keluar. Aldrich memakai kacamata hitam. Ia menatap Ashlyn. Gadis ini pasti takut padanya. terliaht dari raut wajahnya dan suasana hatinya. Aldrich merasakannya. Dan lagi, Aldrich secara langsung membaca pikiran Ashlyn.

“Terimakasih, Tuan”

                        Ashlyn segera memasuki kawasan sekolahnya. Dan Aldrich menatap kepergian Ashlyn. Gadis ini seakan menjeratnya lebih dalam lagi. bagai Aldrich merasakan hatinya telah kembali setelah lama mati. Segera Aldrich tersadar dan memasuki mobilnya. Tumpukkan pekerjaan pasti sudah menunggunya.

                        Ashlyn berbalik dan menangkap mobil Aldrich sudah pergi. Ia menghela nafas. seharusnya tadi ia berterimakasih pada orang itu.

“Hallo, Ashlyn”

                        Ashlyn mendongak. Laura dan 2 kawannya menghadang jalannya. Laura adalah murid paling angkuh untuk ukurannya sebagai status pelajar. Ashlyn tetap bergeming. Ia bahkan acuh dan menerobos Laura.

“Eiyyy… mau kemana kau,”

                        Laura mendorong tubuh Ashlyn hingga gadis itu terhuyung mundur beberapa langkah. Laura mengeluarkan smirk andalannya. Bibirnya merah merona dan rambut hitamnya yang baru saja ia bawa kesalon. Laura memang cantik dengan segala yang miliki. Tak ada celah ataupun yang terlewat.

                        Ashlyn memang kalah cantik dengan Laura. Ia tak mungkin melawan Laura sendirian. Ia menghembuskan nafas.

Dengan masih menunduk, Ashlyn memberanikan diri membalas ucapan Laura.

“Tidak sekarang, Laura”

“Apa? Kau pikir kenapa aku harus repot-repot mendatangi-mu,”

                        Ashlyn mendongak menatap Laura. Tatapan gadis itu penuh mengejeknya. Ia pasti akan dipermulakan oleh Laura. Dan kini, suasana hati Ashlyn benar-benar kalut. Bisa saja ia berteriak didepan wajah gadis angkuh ini. Tapi tidak. lebih baik ia gunakan suaranya untuk memanjatkan doa disamping makam neneknya –mungkin ia akan meraung-meraung disana.

“Kenapa, Ashlyn? Harusnya kan ‘kau’ senang”

                        Benar. Semua murid menertawakannya. Lakukan sesuatu Ashlyn! Laura menggigit bibirnya dan itu terkesan ‘seksi’.

                           Ashlyn mendelik. Apa maksud Laura? Dan Laura memainkan rambutnya. Ia sedikit menghela nafas dan melirik 2 temannya. Ia mengerling manja. Dan ia tersenyum miring. Ia sudah merencanakan sesuatu untuk Ashlyn. Tentunya sebuah kejutan khusus bagi sepupu koloktnya –Ashlyn.

“Dengar, Ashlyn! Nenek begitu menyayangimu. Dan kenapa nenek terlalu menyayangimu? Tentu karena kau memakai sihir pada nenek!"

Langsung saja semua murid yang melihat mereka berbisik-bisik. Ada yang mengatakan, “benarkah?... dia sungguh keterlaluan… seharusnya dia tahu diri… aku tak percaya… sungguh mengelikkan… dasar kolot… sungguh orang yang aneh…”

Laura tersenyum penuh licik. Rencana berhasil. Ia selalu hobi membuat sepupunya dipemalukkan. Ashlyn dan Laura adalah sepupu dari pihak Ibu. Dan Mrs.Whitelaw adalah nenek mereka. Ibu Laura tak begitu akrab dengan Ibu Ashlyn. Mungkin karena mereka adalah saudara dari lain Ayah.

“Ashlyn –sepupuku yang kolot, seharusnya kau lebih menghormati kakak sepupumu ini –Laura Bens”

Laura menunjukkan raut wajah sedih pura-puranya. Ia tidak sudi dekat-dekat dengan Ashlyn apalagi menyentuh seujung kuku. Jarang mereka terpaut 3 meter. Dan kini, Laura ingin menafas muntahannya.

“Seharusnya, nama ‘Claire’ yang aku dapatkan. Tapi Nenek sudah terjangkit sihir-mu.”

“Mungkin sebentar lagi, kau akan berakhir sama seperti kedua orang tua-mu, Ashlyn!”

Ashlyn benar-benar muak. Ia ingin sekali mencoret wajah cantik Laura dengan lipstick wanita itu. mungkin saja ia bisa menggambar panda disana.

“Karena sebentar lagi, semua harta nenekmu akan menjadi milikmu seutuhnya. Bukankah kau senang kalau nenek cepat tewas? Seperti Ayah dan Ibumu”

“Keluargamu dan kau memang ‘jalang’” lanjut Laura penuh sakartis.

Bugggh…

“OH MY GOD!”

                    Tangisannya pecah. Ia menangis dalam kebenciaannya terhadap Laura. Ashlyn menunduk dengan tangan terkepal kuat. Ia baru saja meninju mulut lebar Laura. Tak ada yang boleh mengatakan apapun tentang keluarganya. Tidak.

                    Ashlyn berlari meninggalkan kerumunan. Laura menangis. pasti giginya telah patah dan struktur tulang rahangnya bergesar. Ashlyn meninju mulutnya. Darah keluar dari mulut Laura dan ia pingsan.

                    Ashlyn tak perduli. Ia berlari dan terus berlari hingga meninggalkan area sekolah. Peduli setan dengan semuanya.

“Hiks…hiks…hiks”

                        Gadis ini terus menangis. dan berlarian meninggalkan keramaian.

Aku membutuhkanmu nenek.

                        Ashlyn tersadar. Ia merutuki dirinya. Kini, didepan makam nenek terkasihnya, apa yang harus ia lakukan? Seharusnya ia bersembunyi dikamar mandi atau di basket room. Terpenting, ia masih disekolah. Tapi apa? Ia terlewat parah.

“Ashlyn”

                        Ashlyn cepat mendongak. Ia mendelik seketika. Jantungnya memukul-mukul keras dadanya. Tangannya gemetar dan mungkin saja sekarang muka sudah pucat. Ashlyn terpatung diposisinya. Bagaimana ini?

“Apa yang kau lakukan Ashlyn?”

                        Itu ‘Aldrich’.

“Aku…aku…”

                    Ashlyn tidak tahu ia harus berkata apa. Pria itu pasti marah dan Ashlyn dapat melihat sorot tajam matanya. Dan kilatan cahaya mangkir disana.

“AKU HANYA MERINDUKAN NENEK!”

                    Dengan dongkol-nya, Ashlyn menaikkan nada bicaranya. Matanya terpejam dan ia menunduk takut. Aldrich mengernyit. apa hobi pria ini hanya mengernyit? Aldrich menebak-nebak. Tidak mungkin jika Ashlyn kemari jika ia sedang tidak baik-baik saja.

                        Aldrich mendekat. Tepat dihadapan Ashlyn, ia bisa melihat surai coklat pirangnya. Wangi jeruk yang sangat menggoda penciumannya. Bukan! Aldrich membelai rambut gadis ini. sangat lembut bagai sutera.

                        Ashlyn mendongak tak percaya. kenapa pria ini menyentuhnya? Apa ia tidak marah? Bagaimana?

“Tuan, kau,”

                        Ashlyn sungguh kikuk diperlukan seperti ini. Aldrich membelai pucuk kepalanya. Sungguh tak dipercaya! Ashlyn menunduk tatkala Aldrich tersenyum padanya. ia menggigit bibir bawahnya.

                        ‘Sungguh lucu’, pikir Aldrich.

“Maafkan aku, aku lari dari sekolah”

                        Ashlyn menghembuskan nafasnya. Ia siap jika Aldrich kan memarahinya. Ia memang tak tau diri. Mungkin benar perkataan Laura tentang dirinya, ‘jalang’.

“Tidak!”

                        Mengejutkan, Ashlyn langsung mendongak. ‘Apa maksud Pria ini?’ Raut wajahnya menunjukkan ketakutakn berarti.

“Tidak Ashlyn. Tidak”

                        Ashlyn mengatupkan mulutnya. Sementara Aldrich menatap sendu Ashlyn. Ia merasakan otaknya tak sejalan dengan tubuhnya. Rohnya bagai tersentuh setelah sekian lamanya. Ia menarik tubuh Ashlyn dan mendekapnya erat. Tinggi tubuh gadis ini hanya sebatas dadanya. Aldrich tersenyum. Memang tidak selaras dengan tinggi tubuh Aldrich yang 189 cm. entah kenapa, tubuh Ashlyn sangat pas untuk dipeluk –karena tingginya hanya 160 cm

                    Ashlyn membalas pelukan Aldrich. Tentu tidak tanpa alasan. Ia merasa ketakutan. Jiwanya tersentak dan ia tidak bisa berfikir jernih untuk saat ini. didepan makam Mrs.Whitelaw, Ashlyn mengakuinya. Ia nyaman dan layaknya lega usai berlarian.

“Tidak Ashlyn”

                    Ashlyn mendongak. ‘ada apa ini?’

… … …

Note:
Huwaaaa! Akhirnya selesai part 2. Duh aku bener-bener kehabisan ide untuk ini. karena gak mungkin aku mempertemukan Ashlyn dan Aldrich tanpa alasan. Jika kalian bertanya-tanya, semua ini mulai kehidupan Ashlyn dan Aldrich saling berhubungan. Masih tak paham? Comment aja dibawah dan senang hati aku kasih clue-nya. oke! Kebanyakan bacot. Thanks for visit! Don’t forget for comment and vote! See you…


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[FF EXO] FREELANCE | Dear Lady [2]

[FF EXO] FREELANCE | DEAR LADY [3]

[FF EXO] FREELANCE | Dear Lady [1]