[BONUS NOVEL] My Life | The DarkLord (part 1)
[My Life] The DarkLord[1]
.
.
.
Disclaimer:
Hallo! Cerita ini murni dari pemikiranku yang tiba-tiba(?) muncul
disaat asam lambungku naik(?). tidak ada unsur copas atau plagiat. Aku mencoba
membawakannya dengan gayaku sendiri.
Typo
everywhere!
summary:Ashlyn telah kehilangan 2 kali dalam hidupnya selama 17 tahun. Ia adalah putih dan hitam disaat yang bersamaan. Bagaimana jika seorang vampire dengan hatinya yang telah mati menginginkan hati Ashlyn? Apakah Ashlyn masih bisa hidup untuk usianya ke-18 tahun?
.
.
.
“Dan dihadapan Mahadewi, Yang
ter-Agung King Axton dan mengenang kakek moyang, King Dracul , Para umat
beserta makhluk setia mereka, telah dinobatkan darah daging hitam murni –KING
ALDRICH.”
Dan pria itu termenung.
“OH THE
DARKLORD”
Oh persetan.
“MY LORD”
mereka meletakkan tangan mereka pada dada kanannya dan menunduk hormat pada
Raja murni mereka. Dan pria itu, memandang lurus kedepan dengan kaku. Raut
wajahnya tenang –lebih tepatnya tanpa ekspresi. Jubbah hitam panjangnya
menyentuh marmer. Apakah ia benar? Kenapa tanggung jawab yang ia angkat begitu
banyak?
“Oh your
majesty.”
salah satu tetua itu, mulai membisikkan seseuatu pada The
DarkLord. Dan pria ini masih menatap para umat menunduk hormat padanya. tetua
itu kembali pada posisinya. Tenang. Tak ada sepatah katapun yang pria ini
lontarkan hingga acara penobatan selesai.
“Eleanor!” seorang pria berlari cepat menuju
sebuah pavilium. Senyum lebar terukir selalu pada wajah tampannya. Ia melihat wanita
itu berlari menuju kolam air ditengah pavilium. Lalu berhenti ketika ia –sang wanita memperhatikan
kolam air. Ia kembali tersenyum. Dan wanita itu menoleh padanya dengan senyum
manisnya.
“Kemarilah
My Lord! Aku menemukan nya!” bibir merah merona itu mengukir senyumannya.
Kemudian ia menatap kolam air ini dan mencelupkan tangan kanannya. Pria itu
–sang Lord menghampiri Eleanor. Ia mendekap pinggang kecil Eleanor dari belakang. Ia mengecup leher sang
Eleanor. Tentu Eleanor merasa geli. Tapi ia menginginkannya, merasakan pelukan
sang Lord yang mendekapnya hangat.
“Eleanor,”
“My Lord”
Nyaman.
Dan mereka –dunia fana’ ini bagai milik berdua. Sang Eleanor memejamkan
matanya. Angin sore membelai rambutnya. Dan Lord, merasa ia harus
berterimakasih pada Mahadewi untuk wanita ini dihadapannya. ‘Oh Eleanor’. Ia
kembali mengecup leher putih Eleanor.
“Your Majesty, kau
baik-baik saja?” sang Lord tersadar. Ia melamun. Dan ia kembali mengingat
senyuman dirinya. Ia menoleh pada tetua yang tadi siang menobatkannya. Tetua
itu menunduk hormat. Lalu tanpa menjawab , sang Lord melenggang pergi.
…
Ia mengeluh. Ia sungguh
tidak tahan. Gadis kecil itu sudah menunggu bus paginya hampir 30 menit. Dan 15
menit kedepan pintu gerbang sekolah akan ditutup. Ia menghentakkan kakinya
–gadis ini tentu saja kesal. Dengan susah payah ia menelan salivanya. Apa ia
harus lari menuju sekolahnya?
Baiklah, tak ada pilihan lain. Gadis ini berlari sepanjanjg
trotoar jalan. ia menyebrang, melompati bangku taman dan sesekali melirik jam
tangan hitam miliknya. Oh tidak! 3 menit waktu yang tersisa. Ia tahu bahwa ia
tidak akan tepat waktu. Ia berhenti dengan nafas yang berburu. Jantungnya
berdetak kencang.
Lalu melihat tangga besi yang menuju halaman belakang sekolahnya.
Gadis ini memutar arah tadi, agar ia bisa masuk melalui bagian belakang
sekolahnya. Gadis ini menaiki tangga besi dan melewati tembok pembatas. Dengan
hati-hati, ia melompat kebawah.
bruakkk
“Awww…bokongku!” gadis ini meringis kesakitan. Ia berhasil
melewati tembok pembatas dan ia berada di bagiain belakang sekolahnya. Mencoba
bangkit dengan bertumpu pada batang bamboo disamping tubuhnya. Berhasil
berdiri, gadis ini kembali melihat jam tangan hitamnnya.
Oh Great!
Ia terlambat 10 menit. Apakah ini hal pertama baginya? Tentu saja,
tidak. hampir setiap hari gadis ini terlambat. Tidak mungkin baginya tidak
mengerjakan tugas rumahnya sebelum sekolah. Jika ia bisa menyelesaikannya
dengan cepat, kendala seperti; ban sepeda bocor atau ia tak mendapatkan bus
paginya.
Sungguh sial!
Gadis ini tersenyum miris mengingat kala setiap pagi ia harus
mandi keringat menuju sekolahnya menuntut ilmu. Kakinya terasa pegal dan ia
belum sarapan. Segera ia berlari lagi menuju kelasnya.
Dan benar! Dikelas, guru killer kebanggaan sekolahnya itu berada
didalam. ‘Matilah kau, Ashlyn’ ucapnya dalam hati. Dengan ketakutan setengah
mati, gadis ini melangkah masuk. Tatapan tajam Guru killer-nya, benar-benar
menusuk nyalinya. ingin ia menancapkan jarum jahit pada mata bulat sang guru
agar tidak menatapnya beda dari temannya yang lain.
“Kau telat
lagi,Mss.Claire”
“I’m sorry,
Mrs.Luke. I am late” Roselba menunduk
takut.
“I know it. Cepat kau kembali pada kursimu, nona Claire” Roselba
segera menuju kursinya. Ia takut jika guru killer itu akan membnuhnya
hidup-hidup. Sementara Classmate-nya, menatap Roselba jijik.
Ashlyn Rose Claire. Gadis 17
tahun. Dan hal yang beruntung yang ia dapat selama hidupnya –ia masih hidup
diusianya ke-17 tahun. Dan itulah hadiah terbaiknya saat ulangtahunnya datang.
‘Aku masih hidup, Tuhan’ Ashlyn memanjatkan do’a-nya kapanpun.
Ia bersumpah, hidupnya bagai
terberkati lagi dengan sosok pengganti ibu baginya –Mrs.Whitelaw seorang nenek
dan ibu-nya. Wanita baya 75 tahun dengan kondisi tubuh layaknya bugar, Ashlyn
berharap Neneknya berumur panjang –setidaknya neneknya harus melihatnya menikah
dengan pangeran penerus kerajaan.
Ashlyn mengikuti study dalam
kelasnya dengan suasana hati kalut. Ia ingin segera pulang untuk memeluk dan
membelai rambut putih neneknya. Ashlyn berpikir, apakah guru killer itu tidak
mempunyai seorang nenek untuk ia kunjungi sepulang dari kerjanya? Kerja?
Benarkah? Bahkan Mrs.Luke hanya mengomel miring dikelasnya. Apakah itu disebut
kerja?
Ashlyn memang tak fokus disana. Tapi ia akan mempelajarinya sepulang
sekolah bersama si-jenius, neneknya –sebelumnya, Ashlyn memasang perekam
Handycame dimejanya untuk merekam ulang study Mrs.Luke. dan ia benar-benar
ingin pulang. Mungkin sekedar mencuci gelas minumnya atau berlama-lama didepan
kulkas untuk menatap neneknya memasak. Dengan sukarela, Ashlyn akan membantu.
Kemudian, Ashlyn dapat
kesimpulannya. ‘Ini baru yang namanya kerja!’ Ashlyn tersenyum sumringah.
Mrs.Luke terus saja mengomel miring hingga ia bisa melihat cipratan ludahnya
sendiri keluar.
At 4 pm
Hari ini, Ashlyn kembali
pulang kerumah pada jam yang kurang tepat untuk menikmati makan siang bersama
neneknya. Jika saja ia ingat akan hukuman dari Mrs.Luke, ia tidak akan pernah
berkata untuk pulang pada jam makan siang neneknya. yang benar saja!
Ini sudah jam 4 pm. Sial! Apa
yang harus ia katakana pada sang nenek? Mrs.Whitelaw selalu menunggu Ashlyn
pada jam makan siang bersama dirinya. Dan pasti saja, Mrs.Whitelaw akan kecewa
padanya.
Ashlyn terhenyak. Samar-samar
ia mendengar kericuhan dari ujung jalan raya sana. Ashlyn mengernyit.
“Ada apa
ini?”
Terus saja Ashlyn berjalan
menghampiri sumber keributan. Ia menebak-nebak. Mungkin baru saja seseorang
tertabrak atau tergiling ban truk. Semakin Ashlyn mendekat, ia sungguh
penasaran. Beruntung tubuhnya bagai lidi, Ashlyn menerobos kerumunan.
Ashlyn berada didepan tepat
pada sumber permasalahan. Benar dugaan. Korban tabrak lari!
Ashlyn mendelik. Tubuhnya
menegang. Nafasnya tercekat dan tenggorokannya serasa sesak didalam. Mulutnya
terbuka lebar. Ada apa dengan Ashlyn? Apa ia ikut iba pada korban tabrak lari
itu?
“NOOO…”
Ashlyn segera mendekap tubuh
korban. Ia menangis histeris. Tangisannya menjadi raungan tertahan. Ashlyn
memeluk erat tubuh korban itu. ia tak peduli dengan seragam mahal yang menjadi
kotor karena darah dan kotak bekal yang berceceran dijalan.
“NOOO…
NENEK! TIDAAAK”
Apa? Nenek?
“Bajingan kau!
Tidak nenek! TIDAAAAA…K”
“BANGUNLAH
GRANDMA! BAJINGAAAAAN…”
Hatinya bagai teriris pelan
dan itu membunuhnya perlahan. Pertahanannya runtuh. Tidak!
“AAAAA…hiks…hiksss…Tidak!
Nenek bangunlah!”
Korban tabrak lari itu adalah
Mrs.Whitelaw. dan hal yang tak ingin Ashlyn akui, itu Neneknya. Ashlyn terus
menyumpahi sang pelaku.
“Tidaaaak…k…k…Nenek!”
Ashlyn menatap sedih wajah
pucat neneknya. rambutnya putih, pipinya keriput, gigi putih hampir kuning
palsu yang neneknya pasang. Ashlyn kembali terisak. Air matanya terus
berjatuhan dan ia ingin sekali menumpahkan segalanya. Hidungnya berair serta
mata onix tajamnya memerah.
“Aku janji
nenek aku tidak akan terlambat pulang lagi kumohon bangunlah nenek cepat bangun
neneeeeek”
Ashlyn kembali mendekap
neneknya lagi. ia tak kuat. Ia rubuh dengan jasad sang nenek. Orang-orang
menatap iba pada mereka. Sang cucu dan neneknya harus berpisah paksa karena
tertabrak.
“Jangan
bergurau nenek! Bangunlah! Ayo kita makan siang neneeeekkk… kumohon! Kau
hidupku kau nyawaku kau cintaku dunia ini kau pemberi sayang dalam kemanusiaanku
neneeeek!”
Ashlyn meraung. Ia histeris.
Tak kuasa dengan apa yang baru saja ia lihat. Mrs.Whitelaw, neneknya, kini
telah tewas ditempat karena bajingan brengsek menabrak hati kasih sayangnya
–neneknya telah tewas.
Para orang yang menyaksikan
tak kuasa lagi. mereka ikut terharu atas kecintaan cucu yang dirindukan pada nenek
tangguh dalam hidupnya. Mereka mengalihkan muka untuk menangis sekedar terisak.
Mereka ikut membersihkan kekacauan.
Seorang wanita berambut merah menangkup tubuh lidi Ashlyn. Ia memeluknya. Dan
busana miliknya juga kotor.
“Aku
mencintainyaaaa… dia hidupku nyawaku kasih dalam doaku pemberi berkat
hari-hariku… tidaaaak…aku ingin makan siang bersama neneeeek…k”
Wanita itu ikut menangis dalam
mendekap tubuh Ashlyn. Ia merasakan kehilangan berat dalam batinnya selama
hidupnya kini. Wanita itu melihat wajah korban yang penuh darah tak berdaya.
“Tenanglah,
Ambulans akan segera datang.”
Usaha yang sia-sia. Ashlyn bertambah
takut. Ia tidak ingin nenek berada dalam kedustaan gedung putih yang mereka
sebut Rumah Sakit. Ashlyn kembali meraung dan meraung.
“Kau bisa
memelukku, sayang. Peluklah”
Mudah saja. dan Ashlyn
langsung memeluk erat wanita itu. Wanita ini sukarela menahan nafasnya saat
Ashlyn benar memeluk tubuhnya begitu erat. ia benar-benar takut akan pemberi
kasih sayang dan berkat pada hari-harinya telah dipanggil sang Tuhan. Ini tidak
adil dan tidak mudah bagi Ashlyn.
---
Ashlyn dibawa pulang oleh sang
wanita berambut merah. Ia berharap Ashlyn bisa lebih tenang bersamanya. Selama
berada dimobil, Ashlyn tak sadarkan diri. Tubuhnya begitu lemah dan jiwanya
tersentak hebat.
Wanita ini menatap sedih
Ashlyn yang terbaring di ranjang pada kamar tamu. Wajah Ashlyn benar-benar
mulus dan sempurna. Ia bisa melihat wajah Ashlyn yang sedikit berminyak
–mungkin karena diluar ia kepanasan dilokasi.
Ia menebak-nebak, pasti Ashlyn
baru saja pulang dari sekolah. Wanita ini membelai surai coklat pirang Ashlyn.
Begitu halusnya bagai satin. Ia bahkan lebih suka sutra dari pada menyebut
rambu Ashlyn seperti satin.
“Kau gadis
yang putih dan gelap disaat yang sama”
Apa maksud dari wanita ini?
putih dan gelap disaat yang sama? Wanita ini tersenyum manis. seakan mengingat
sesuatu yang membuat mood-nya kembali membaik. Dan ia bersumpah untuk menjaga
remaja ini selagi ia bisa.
Drrrt
Ponsel sang wanita bergetar
dimeja nakas. Ia meraih ponsel itu.
“hallo, Blaire… kau dimana? aku
mendapat laporan untuk kasus tabrak lari dekat EsiĆ©’s Bakery”
Wanita itu, Blaire, menghela
nafasnya. Ia melirik kearah Ashlyn yang masih tak sadarkan diri. Betapa
malangnya gadis mungil it. Blaire kembali memfokuskan dirinya pada pembicaraan
telepon.
“Aku tahu”
“Kau tahu?”
“Ya, aku
berada disana saat berlangsung. Kau bisa jadikan aku saksimu.”
Blaire memegang dahinya yang
mulai terasa berputar-putar.
“Apa? Bagaimana dengan korban dan
kerabat darinya?”
“Aku
mengenal korban dan keluarganya. Salah satu keluarga dekatnya bersamaku. Dia
cucu si-korban”
“Ini akan jadi kasus yang
menarik. Akhir-akhir ini aku mendapat kabar bahwa pelaku-nya adalah orang
dalam”
Blaire mengernyit. orang
dalam? Apakah dugaannya selama ini benar? Daya tarik untuknya kembali pada
ruang kerja harus tertahan. Ia tidak mungkin meninggalkan gadis ini untuk
sendirian walau semenit. Menjamin keselamatan sang gadis bukanlah hal mutlak
yang harus ia janjikan.
“Are you stay, Blaire?”
“Maaf. Aku
tidak bisa meninggalkan gadis ini.”
“Baiklah, Blaire. Aku mengerti.
Pastikan keluarga dari korban itu bisa memberikan keterangannya besok.”
“Aku tidak
janji, Collins”
TBC
Note:
Hallo…
akhirnya bisa mencurahkan segalanya disini. Aku sayang banget sama cerita aku.
makanya aku bakal semangat menulis next part-nya. thanks for attention.
Komentar
Posting Komentar